"Jadilah kalian di dunia ini, seperti seorang asing atau penyeberang jalan."
(HR Bukhari)
Menarik sekali mengikuti pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, seorang 'alim,
faqih, zahid, tabib nafsani (dokter hati), ketika mensyarahkan nasihat
Rasulullah s.a.w. yang bermula diberikan kepada sahabat 'Abdullah Ibnu Umar,
seperti dikutip di atas.
Ibnu Qayyim berkata, "Bagi orang mu'min, rumah sesungguhnya adalah surga
(jannah), sebab Adam a.s. bermula sebagai penghuni surga dan bakal kembali ke
surga. Karena itu, seorang mu'min hendaknya tidak menjadikan dunia ini sebagai
rumah yang sesungguhnya dan hendaknya hidup di dunia ini bagai seorang musafir
asing. Kita harus berhati-hati dan bersungguh-sungguh menempuh perjalanan safar
karena harus kembali ke rumah dengan selamat."
Di sinilah letak urgensi kalbu (hati) manusia agar selalu mengawasi keseluruhan
diri untuk tidak bergeser dalam perjalanan menuju rumah yang sesungguhnya.
Kalbu yang sehat-selamat akan menjadi garda bagi seseorang dari kemungkinan
penyimpangan arah perjalanan hidup, bahkan lebih dari itu akan mengantarkan
kepada kebahagiaan yang hakiki.
"Janganlah Engkau hinakan aku (Ya Allah) pada hari mereka dibangkitkan, yaitu
hari di mana tidak bermanfaat harta kekayaan maupun anak keturunan kecuali
orang-orang yang menghadap kepada Allah dengan hati yang selamat-bersih."
(Asy-Syu'ara : 87 - 89).
Raudhat al-Qulub
Taman bunga adalah tempat bersemainya warna-warni bunga yang enak dipandang dan
dinikmati, bahkan menjadi buah-buahan yang banyak menfaatnya.
Taman hati artinya taman tempat bersemainya hati manusia menjadi sejuk dan
bercahaya, tenang dan ceria, bahkan berbuah perilaku yang terhormat dan
amalan-amalan yang bukan saja berdaya guna untuk dirinya, tetapi juga untuk
yang lainnya.
Sahabat Nabi 'Abdullah bin Mas'ud berkata, sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu
Qayyim al-Jauziyah dalam kitab al-Fawaid : "Cari hatimu di tiga tempat (taman)
: Pada saat mendengarkan Qur'an, pada saat berada di majlis-majlis dzikir, dan
pada saat sedang menyendiri. Kalau kamu tidak mendapatkan hatimu sendiri di
tiga tempat (taman) itu, maka segera mohonlah kepada Allah Ta'ala hati yang
lain (yang hidup), karena sesungguhnya ketika itu kamu tidak mempunyai hati
lagi." (al-Fawaid, hal. 217-218).
Tanpa mengenyampingkan taman-taman yang lain, baik kiranya dikaji dan difahami
ketiga taman yang disebutkan sahabat Nabi itu, sebagai orang yang sangat
berkompeten menerjemahkan sosok, keseharian, dan ajaran Nabi Muhammad s.a.w.
1. Membaca dan Menghayati Qur'an
Qur'an adalah petunjuk Allah bagi manusia, yang berlaku abadi dan tidak pernah
mengalami perubahan sedikitpun. Membaca dan menghayatinya memberikan makna dan
nilai yang amat besar, antara lain :
a. Sebagai satu bentuk ibadah kepada Allah s.w.t. Qur'an adalah satu kitab yang
membacanya saja sudah merupakan ibadah, memenuhi perintah Allah s.w.t.
(al-Muzammil : 1-5). Inilah bentuk apresiasi yang paling elementer terhadap
Qur'an. Tilawah Qur'an, karenanya, juga menjadi salah satu ciri pokok sebuah
komunitas muslim. Banyak Hadits Nabi yang mendorong setiap mu'min untuk gemar
dan sering tilawah Qur'an.
b. Sebagai satu upaya penyucian hati. Qur'an adalah obat hati dari berbagai
jenis penyakit hati, pembawa rahmat bagi orang beriman (Yunus : 57, al-Isra' :
82).
c. Sebagai upaya mengokohkan iman. Membaca Qur'an berarti membaca Kalamullah,
menyebut-nyebut asma Allah dan sifat-Nya, menghayati kebesaran dan
keagunganNya, yang pada gilirannya semua ini akan bisa memperkokoh iman
seseorang. (al-Anfal : 2).
d. Sebagai upaya meluruskan pola pikir. Qur'an adalah sebuah kitab yang
kebenarannya serba pasti. Akal pikiran manusia menjadi baik dan lurus kalau
selalu dalam bimbingan Qur'an (al-An'am : 115-116, al-Israa' : 9).
e. Sebagai upaya mengenali manhaj (sistem) Allah yang mengatur hidup dan
kehidupan alam semesta di mana manusia sebagai unsur utamanya, menjadi standar
baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram (al-Baqarah : 185, an-Nahl :
89).
Sesungguhnya makna dan nilai di atas telah terangkum dalam sebuah Hadits
Rasulullah s.a.w. yang menyatakan :
"Sesungguhnya Allah Ta'ala mengangkat derajat sejumlah kaum dengan kitab Qur'an
ini, dan merendahkan derajat kaum yang lain dengannya pula." (HR Muslim dari
'Umar bin Khaththab).
2. Majlis-Majlis Dzikir
Taman hati yang lain adalah majlis-majlis dzikir, majlis-majlis ta'lim, di mana
seseorang berada di tengah kebersamaan jama'ah dan mendapatkan nuansa dan
semangat taqarrub ilallah. Terlebih lagi jika Qur'anlah yang menjadi hidangan
utama majlis-majlis itu. Tentang ini Rasulullah s.a.w. bersabda :
"Tidaklah satu kaum berkumpul di salah satu rumah (masjid) Allah, mereka
membaca Qur'an dan mempelajarinya, kecuali turun (Allah turunkan) kepada mereka
sakinah (ketenangan hati) dan bercurahan kepada mereka rahmat (kasih sayang
Allah) dan para malaikat mengayomi mereka dan Allah menyebutnya termasuk
orang-orang yang berhak di sisi-Nya." (HR Muslim).
Dalam taman ini, seseorang bisa menghidup-suburkan hatinya melalui berbagai
media, antara lain :
a. Forum-forum kajian.
b. Bergaul dengan orang-orang saleh.
c. Nasihat-menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
d. Tukar-menukar pengalaman kejiwaan dan keagamaan.
3. Saat-saat Menyendiri
Berbeda dengan taman yang kedua di mana seseorang berada di tengah keramaian
orang, taman yang ketiga ini, justru pada saat seseorang sedang menyendiri,
terpisah dari orang lain atau sekurangnya jauh dari orang yang dikenal dan
mengenali dirinya - walaupun tetap di tengah orang banyak. Ketika itu seseorang
bisa menyuburkan hatinya antara lain dengan (lihat al-Bahru al-Raiq fi az-Zuhdi
wa al-Raqaiq, al-Syaikh Ahmad al-Syarif) :
a. Dzikir dan Istighfar.
Memperbanyak tasbih, tahmid dan tahlil, mengucapkan berbagai dzikir dan do'a
yang diwariskan Rasulullah s.a.w. dan para sahabat setianya, serta senantiasa
memohon ampunan kepada Allah Ta'ala. Rasulullah s.a.w. mencitrakan ummatnya
dengan dzikrullah ini, manakala bersabda :
"Lisan ummatku senantiasa basah dengan dzikir kepada Allah." (HR Tirmidzi).
b. Mawas Diri
Melaksanakan mawas diri (introspeksi) atas apa yang sudah dan sedang dilakukan
dalam konteks perjalanan menuju kampung akhirat (al-Hasyr : 18).
Sikap mu'min yang baik dalam melakukan amal saleh dan merasa sudah terlalu
besar melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Sahabat 'Umar bin Khaththab
menghasung kaum muslimin untuk selalu melakukan muhasabah ini. 'Umar r.a.
berkata :
"Hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung dan timbanglah dirimu sebelum
ditimbang." (HR Bukhari).
c. Salat Malam
Salat malam atau tahajjud bukan salat wajib melainkan salat nafilah/sunnah,
tetapi ia mempunyai dampak positif yang sangat besar bagi penyucian hati
seorang mu'min, sehingga memungkinkan dirinya meraih tempat yang terhormat
dalam pandangan Allah s.w.t. (al-Israa' : 79). Inilah salat sunnah yang tidak
pernah ditinggalkan oleh Rasulullah s.a.w., bahkan dalam safar. Sampai-sampai
'Aisyah r.a. isteri Nabi mencari tahu gerangan apa yang mendorong Nabi
melakukan itu semua.
"Dari 'Aisyah r.a., ia berkata : Adalah Rasulullah s.a.w. yang selalu bangun
(melakukan salat lail) setiap malam sampai bengkak-bengkak kedua kakinya, maka
aku bertanya : Kenapa engkau lakukan ini semua ya Rasulullah, sedangkan telah
diampunkan dosa-dosa engkau yang sudah maupun yang akan datang? Rasulullah
bersabda, "Apakah aku tidak ingin menjadi hamba Allah yang senantiasa
bersyukur?" (HR Bukhari).
Masih banyak taman-taman hati yang lain, akan tetapi tiga taman yang disebutkan
oleh sahabat 'Abdullah bin Mas'ud r.a. di atas cukup menjadi pilihan utama
seorang mu'min yang ingin senantiasa merawat dan menghidup-suburkan hati,
sehingga kapanpun ia dipanggil Allah s.w.t. ia akan menghadap dengan qalbin
salim (hati yang selamat).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar