CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 30 November 2012

Terlihat kuat tapi sebenarnya lemah


Langit diatas tiba tiba saja mendung. Dunia seolah berhenti sementara. Saat lelaki yang bernama Tegar itu ternyata tak setegar namanya. Kepribadiannya nampak sempurna, bacaan tilawahnya indah, menjaga pandangan serta aktif dalam aktivitas dakwah. Itulah cerita masa lalunya. Kini Tegar tak pernah muncul lagi dalam kafilah dakwah, sekalinya terlihat ia langsung pergi menghindar. Apa yang sebenarnya terjadi??
Dibalik kesempurnaan yang nampak dari dzahirnya, ada penyakit bathin yang pandai disembunyikannya. Penyakita inilah yang tak pernah nampak darinya. Dibalik keshalihannya, ada kemunafikan yang terpendam. Tegar menjadi orang yang sholih saat berjamaah namun menjadi manusia lalai saat seorang diri. Dibalik sikapnya yang selalu menundukan pandangan, ternyata ada seorang wanita yang bernama kekasih dihatinya. Tegar tengah memadu kasih dengan seorang wanita yang jelas itu adalah sebuah bentuk kelemahan iman dalam hatinya, karena tak mampu menahan gejolak hasrat dalam hati, sedangkan Tegar tahu, bahwa pacaran dalam Islam adalah terlarang bagi muslim yang taat.
Sejak gerak tersembunyinya terbogkar, Tegar kian menjauh dan menghilang. Tegar yang semula nampak kuat ternyata lemah sebenarnya. Nampak seolah ahli ibadah, nyatanya hanyalah ahli maksiat yang pandai mengumpat.
Kasus yang lain tak kalah memprihatinkan. Seorang ustadz begitu indah menyamapaikan ceramah di khalayak umum, tiap kata yang mengalir dari mulutnya seolah membius perhatian seluruh jamaáh. Ustadz itu begitu pandai memberi tausiyah, begitu lancar dan fasih menyampaikan dakwahnya. Tapi sayang, setelah meninggalkan mimbar, ustadz itu telah lupa dengan apa yang ia sampaikan sendiri kepada jamaáhnya. Ia pandai menyampaiakan namun tak pandai mengamalkan. Orang yang dipanggil ustadz itu menyampaikan kewajiban menutup aurat bagi muslim yang sudah baligh dengan begitu indah dan mengena, esoknya ia bersantai dihalaman rumahnya hanya dengan menggunakan celana pendek yang tak menutupi batas auratnya yakni lutut. Ustadz itu tak sehebat dipanggung umum, ia teramat rapuh dengan dirinya sendiri.
Ustadz-ustadz yang lain tak kalah hebatnya memeberi tausiyah, termasuk para pejuang dakwah ini. Lantang menasihati saudaranya yang tengah melemah semangatnya atau tengah rusak ruhiyahnya, ia sendiri sebenarnya rapuh hanya saja tersembunyi rapih kerapuhannya. Kenyataannya ia sendiri lebih banyak menonton televisi ketimbang tilawah atau saling mengulang hafalan dirumah. Ia nampak kuat dimata saudaranya, namun sebenarnya ia sadar akan kerapuhan dirinya. ia sadar bahwa ruhinyah tengah ringkih, bahwa hubungannya sedang tak baik dengan Rabb nya. akhirnya iapun menjadi aktivis yang bermalas-malasan dalam dakwah.
Sederetan kasus lain pun tak kalah heboh dari dua kasus diatas, ada manusia yang nampak hebat namun sebenarnya ia lemah dari segala sisi. Ada pula manusia nampak tahu segalanya namun sebenarnya ia hanyalah manusia yang sok tahu. Semuanya terlihat kuat namun sebenarnya rapuh.
Ini adalah penyakit yang harus segera diobati. Mendiamkannya akan menjalar merusak seluruh organ tubuh yang akan membuatnya lumpuh. Tak jujur pada diri sendiri hanyalah menyisakan penderitaan bathin yang tak akan hilang selamanya kecuali jika bangkit menyadari kekeliruan diri. kejujuran yang bijaksana adalah, saat sadar dirinya tak sekuat apa yang dilihat orang, ia bangkit untuk memperbaikinya. kembali menjadi insan pemburu cinta-Nya yang tak pernah punah. memaksa diri untuk segera kembali ke jalan-Nya dan melawan kemalasan yang tengah memeranginya. itulah kejujuran yang bijaksana.
Siapa saja bisa membohongi siapapun, siapa saja bisa nampak terlihat hebat dan kuat di mata manusia. Namun Allah, Tuhan yang tak pernah tidur sangat tahu siapa manusia yang nampak kuat itu. Kebususkan apa yang tersembunyi di hatinya. Prilaku apa yang ia perbuat kala ia sendiri. DIA tahu semuanya tentang hamba-Nya.
Bagi seorang aktivis dakwah, nampak kuat lahir dan bathin adalah sebuah keharusan. Tak ada kata yang disampaikan kepada orang lain kecuali telah melaksanakannya. Tak ada perbedaan kualitas ibadah baik dalam keadaan sendiri maupun berjamaáh.
Ikhwan yang benar selalu menempatkan Allah di hatinya. Manakala syetan mengganggunya untuk bermaksiat, ia tersadar ada Allah yang selalu mengawasinya. wallahuálam

Minggu, 18 November 2012

pesan muslimah II

Duhai calon yang akan dicemburui oleh para bidadari syurga... bersegeralah untuk memakai jilbab or tudung kepala dengan sempurna karena akan terlihat lebih cantik apabila kamu memakainya. Kalau engkau memakai jilbab or tudung, sesungguhnya Allah teramat suka dan cinta terhadap hamba-Nya yang mau mengikuti perintah-Nya..

Duhai calon perhiasan dunia-akhirat.. ku ucapkan selamat bagimu yang telah memakai jilbab dan ku do'akan semoga jilbab yang kita kenakan ini dapat melindungimu. Bagi yang belum semoga secepatnya akan mengenakannya karena SUNGGUH ENGKAU SANGAT CANTIK DENGAN BERBALUT JILBAB. 

pesan muslimah I

Duhai calon penghuni syurga... untukmu yang paling bahagia karena agama dan akhlakmu.. meski tanpa permata, berlian dan emas yang menghiasi melainkan berkat akhlak karimahmu yang selalu engkau jaga menjadikanmu sebagai wanita yang anggun..

inner beauty wanita muslimah


Malu karena Allah adalah perona pipinya…..Penghias rambutnya adalah jilbab yang terulur sampai dadanya…..Zikir yang senantiasa membasahi bibir adalah lipstiknya……Kacamatanya adalah penglihatan yang terhindar dari maksiat……Air wudhu adalah bedaknya untuk cahaya di akherat….Kaki indahnya selalu menghadiri majelis ilmu……Tanganya selalu berbuat baik pada sesama….Pendengaran yang ma’ruf adalah anting muslimah…..Gelangnya adalah tawadhu…..Kalungnya adalah kesucian
Membaca sebait puisi yang tertulis di dalam buku Kotak kecantikan Ajaib yang ditulis oleh Ninih Muthmainnah atau yang biasa disebut teh ninih membuat saya berfikir bahwa mungkinkah bisa menjadi seperti apa yang beliau uraikan tersebut. Buku yang menjelaskan tentang lika-liku seorang muslimah, bagaimana pentingnya mengutamakan kecantikan batin dari pada hanya memperhatikan kecantikan fisik semata. Yahh..wanita dengan segala keindahanya..karena memang seperti itulah Allah menciptakan makhluk yang bernama wanita. Namun terkadang…kecantikan itu yang bisa membuat wanita menjadi penghuni neraka terbanyak dibandingkan laki-laki.Siapa sih yang tidak ingin disebut cantik? Semua wanita pasti menginginkannya. Berbagai macam cara dilakukan agar bisa terlihat cantik. Bahkan yang sebenernya tidak terlalu cantik, bisa mendadak jadi cantik kalau dia makeover tubuhnya disalon dan berdandan dengan pakaian yang modis. Halah…kayaknya butuh ekstra banyak doku deh kalau mau terus ngikutin hawa nafsu biar tetep di bilang cantik.
“eh…aku dah cantik blum”“
kira-kira…pantes gak ya aku dandan kaya gini”
“pakaian sama dandanan apaan sih yang lagi ngetrend saat ini, mau dunk di makeover kaya majalah itu”
“kira-kira si dia suka gak ya, tampilan cewek modis”
Bla…bla…bla….banyak deh rumpian yang sering kita denger kalo segenk wanita sudah ngomongin masalah penampilan atau kecantikan fisik. Memang cantik fisik itu penting juga, dan tidak bisa dianggap remeh. Tapi, apakah hanya sekedar cantik parasnya, mata yang indah, suara merdu? Tentu saja tidak. Kecantikan luar itu tidak akan bermakna tanpa ada kecantikan yang datang dari dalam. Waduuhh…apa lagi nih? Kecantikan batin atau bahasa kerenya Inner Beauty.
Terkadang kita pernah melihat atau berbicara dengan seseorang yang sebenarnya dari penampilan fisiknya biasa-biasa saja, tapi ada aura yang terpancar dari dirinya yang membuat kita merasa tertarik padanya. Nah! Pesona inilah yang disebut dengan Inner Beauty. Menurut buku yang saya baca ini, Inner Beauty adalah suatu kekuatan yang tidak terlihat memancarkan keindahan, karisma seseorang. Tetapi pengaruhnya dapat dirasakan oleh orang lain yang berada disekitarnya dan juga memiliki ketaqwaan kepada Allah. Wanita yang senantiasa memelihara ketaqwaan akan dapat mengalahkan kecantikan yang hanya dimiliki lahiriah saja.
Ciri wanita bertaqwa adalah mencintai Allah dan Rasulnya. menutup auratnya, melakukan ibadah-ibadah sunnah, berdzikir kepada Allah, bergaul dengan orang-orang shaleh, merasa diawasi oleh Allah, mengendalikan hawa nafsu.
sudah jelas mengenai inner beauty? Sekarang bagaimana caranya supaya memiliki inner beauty tersebut.Seorang muslimah, dapat memancarkan aura keanggunan fisiknya dari kepribadianya sehingga dapat tampil mempesona. Agar aura kecantikan bisa terpancar, maka diperlukan adanya keseimbangan antara kecantikan fisik dan juga kecantikan batinnya.Bagaimana bisa menampilkan inner beauty? Kunci utamanya adalah harus tampil percaya diri atau PeDe, berfikiran positif, dan tidak menyesali keadaan. Mampu mengendalikan stress.dan tetap semangat dalam menghadapi segala cobaan. Manajemen hati juga penting lho! Supaya bisa terhindar dari rasa benci, dengki, iri, mencoba untuk menghargai orang lain, gaya hidup yang sehat serta pola makan yang tepat. wah berat juga yaa…tapi mulai dicoba tidak ada salahnya kan?
Lantas, bagaimana caranya mengasah inner beauty tersebut?
Pertama, berfikiran positif. Berfikir positif pada diri sendiri dan juga pada orang lain. Muslimah yang berfikiran positif diyakini dapat membuat wajah lebih bersinar karena yang ada di dalam hati dan pikiran terpancar melalui wajah dan mata. Jangan menyesali kekurangan diri, lebih baik berfikir bahwa manusia memiliki kekurangan dan juga kelebihan.
Kedua, rasa Syukur. Rasa syukur juga membuat kita terhindar dari penyakit hati. Bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan karena pada dasarnya Allah sudah menciptakan fisik kita sedemikian sempurnanya. Rasa syukur akan membuat batin terasa lebih tentram. Biasakan juga untuk mengulurkan bantuan dengan ikhlas bagi orang yang membutuhkan.
Ketiga, mengasah kemampuan intelektual. Dengan wawasan serta pengetahuan yang luas akan membuat wanita muslimah memiliki nilai tambah tersendiri.
Keempat, hal yang tidak kalah pentingnya adalah SENYUM (^_^). Karena senyum yang tulus dapat meluluhkan ketegangan jiwa dan membuat wajah lebih bersinar.Hiks! Senyumnya asal jangan disalah artikan saja yaa…..
Ciri-ciri wanita muslimah yang memiliki kecantikan inner beauty itu, mereka yang mampu bertoleransi dan berinteraksi dengan sesama, mempunyai rasa sayang terhadap siapapun, dan rendah hati serta kuat iman. Heemmm…kira-kira…sudah ada blum yaa di diri ini ciri-ciri tersebut? Yah kalau kepingin punya ciri-ciri tersebut. Tidak ada salahnya kan mencoba mengikuti saran teh ninih?

aku cinta islam VIII

"Jika temanmu berbuat salah jangan tinggalkan ia. Sebab, kali ini ia berbuat salah, namun pd saat lain ia berlaku benar." (Abu Darda)

aku cinta islam VII

"Sesungguhnya saat yg paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang bersujud." (HR Muslim)

aku cinta islam VI

Janganlah kamu meremehkan sedikitpun perbuatan baik, sekalipun kamu sekedar menemui saudaramu dengan wajah berseri." (HR Muslim)

aku cinta islam V

"Barang siapa menasihati saudaranya dengan perilakunya, dialah pemberi petunjuk sebenarnya."(Muhammad Idris Asy-Syafi'i)

aku cinta islam IV

"Diam pd saat yg tepat merupakan karakter orang2 besar sebagaimana berbicara pd saat yg tepat merupakan tabiat termulia." (Abdul Qasim)

aku cinta islam III

"Hendaklah kamu berlaku lemah lembut. Janganlah berlaku kasar." ( QS Ali Imran:159)

aku cinta islam II

Kunci Pembuka Kenikmatan adalah SABAR sedangkan kunci penutupnya adalah MALAS. (Ali bin Abi Thalib)

aku cinta islam I

Barangsiapa memperhatikan kepentingan saudaranya maka Allah akan memperhatikan kepentingannya (HR Bukhari)

doa indah

"Ya Allah Cabutlah keresahan duniawi pada hati kami & sadarkan segera diri kami bahwa Akhiratlah kebahagiaan yg hakiki."

aku cinta islam

"Peliharalah orang lain dari keburukanmu. Itu saja sudah merupakan sedekah darimu untuk dirimu sendiri." (Rasulullah SAW)

kisah cinta para nabi 9

9. Kisah seorang pemuda yang menemukan apel
Alkisah ada seorang pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu. Dictengah perjalanan dia haus dan singgah sebentar di sungai yang airnya jernih. dia langsung mengambil air dan meminumnya. tak berapa lama kemudian dia melihat ada sebuah apel yang terbawa arus sungai, dia pun mengambilnya dan segera memakannya. setelah dia memakan segigit apel itu dia segera berkata "Astagfirullah"

Dia merasa bersalah karena telah memakan apel milik orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu. "Apel ini pasti punya pemiliknya, lancang sekali aku sudah memakannya. Aku harus menemui pemiliknya dan menebus apel ini".

Akhirnya dia menunda perjalanannya menuntut ilmu dan pergi menemui sang pemilik apel dengan menyusuri bantaran sungai untuk sampai kerumah pemilik apel. Tak lama kemudian dia sudah sampai ke rumah pemilik apel. Dia melihat kebun apel yang apelnya tumbuh dengan lebat.

"Assalamualaikum...."

"Waalaikumsalam wr.wb.". Jawab seorang lelaki tua dari dalam rumahnya.

Pemuda itu dipersilahkan duduk dan dia pun langsung mengatakan segala sesuatunya tanpa ada yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah lancang memakan apel yang terbawa arus sungai.

"Berapa harus kutebus harga apel ini agar kau ridha apel ini aku makan pak tua". tanya pemuda itu.

Lalu pak tua itu menjawab. "Tak usah kau bayar apel itu, tapi kau harus bekerja di kebunku selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau mau?"

Pemuda itu tampak berfikir, karena untuk segigit apel dia harus membayar dengan bekerja di rumah bapak itu selama tiga tahun dan itupun tanpa digaji, tapi hanya itu satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar bapak itu ridha apelnya ia makan."Baiklah pak, saya mau."

Alhasil pemuda itu bekerja di kebun sang pemilik apel tanpa dibayar. Hari berganti hari, minggu, bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun dia bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir dia ingin pamit kepada pemilik kebun.

"Pak tua, sekarang waktuku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah sekarang kau ridha kalau apelmu sudah aku makan?"

Pak tua itu diam sejenak. "Belum."

Pemuda itu terhenyak. "Kenapa pak tua, bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di kebunmu."

"Ya, tapi aku tetap tidak ridha jika kau belum melakukan satu permintaanku lagi."

"Apa itu pak tua?"

"Kau harus menikahi putriku, apakah kau mau?"

"Ya, aku mau." jawab pemuda itu.

Bapak tua itu mengatakan lebih lanjut. "Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau mau?"

Pemuda itu tampak berfikir, bagaimana tidak...dia akan menikahi gadis yang tidak pernah dikenalnya dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan lumpuh. Bagaimana dia bisa berkomunikasi nantinya? Tapi diap un ingat kembali dengan segigit apel yang telah dimakannya. Dan dia pun menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik kebun apel itu untuk mencari ridha atas apel yang sudah dimakannya.

"Baiklah pak, aku mau."

Segera pernikahan pun dilaksanakan. Setelah ijab kabul sang pemuda itupun masuk kamar pengantin. Dia mengucapkan salam dan betapa kagetnya dia ketika dia mendengar salamnya dibalas dari dalam kamarnya. Seketika itupun dia berlari mencari sang bapak pemilik apel yang sudah menjadi mertuanya.

"Ayahanda...siapakah wanita yang ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan istriku?"

Pak tua itu tersenyum dan menjawab. "Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana adalah istimu."

Pemuda itu tampak bingung. "Tapi ayahanda, bukankah istriku buta, tuli tapi kenapa dia bisa mendengar salamku?

Bukankah dia bisu tapi kenapa dia bisa menjawab salamku?"

Pak tua itu tersenyum lagi dan menjelaskan. "Ya, memang dia buta, buta dari segala hal yang dilarang Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang tidak pantas didengarnya dan dilarang Allah. Dia memang bisu, bisu dari hal yang sifatnya sia-sia dan dilarang Allah, dan dia lumpuh, karena tidak bisa berjalan ke tempat-tempat yang maksiat."

Pemuda itu hanya terdiam dan mengucap lirih: "Subhanallah....."

Dan merekapun hidup berbahagia dengan cinta dari Allah.

kisah cinta para nabi 8

8. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah
Ummu Sulaim merupakan janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah yang memendam rasa cinta dan kagum akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu Sulaim tanpa banyak pertimbangan. Namun di luar dugaan, jawaban Ummu Sulaim membuat lidahnya menjadi kelu dan rasa kecewanya begitu menyesakkan dada, meski Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan rasa hormat,

"Sesungguhnya saya tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah. Hanya sayang engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak pantas bagiku menikah denganmu. Coba Anda tebak apa keinginan saya?"

"Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan," kata Abu Thalhah.

"Sedikitpun saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan hanya engkau segera memeluk agama Islam," tukas Ummu Sualim tandas.

"Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?" tanya Abu Thalhah.

"Tentu saja pembimbingmu adalah Rasululah sendiri," tegas Ummu Sulaim.

Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah Saw. yang mana saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah Saw. berseru, "Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya."

Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh kenikmatan yang dia janjikan. Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan Rasulullah Saw. lisan Abu Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, "Saya mengikuti ajaran Anda, wahai Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya."

Menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman suaminya. Hingga Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan dari Anas, "Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu keislaman suaminya." Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang damai dan sejahtera dalam naungan cahaya Islam.

kisah cinta para nabi 7

7. Kisah cinta yang membawa surga
Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja' bin Amr An-Nakha'i, ia berkata, "Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia sangat rajin dan taat. Suatu waktu dia berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha'.

Dia melihat seorang wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata cintanya pada si wanita cantik tak bertepuk sebelah tangan.

Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang untuk melamar gadis tersebut. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dojodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya, 'Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku.'

Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, 'Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu, sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobaranya.'

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata, "Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu." Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus karena menahan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan pemuda itu seringkali berziarah ke kuburnya, Dia menangis dan mendo'akanya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya, "Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?"

Dia menjawab, "Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat mengiring menuju kebaikan."

Pemuda itu bertanya, "Jika demikian, kemanakah kau menuju?" Dia jawab, "Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak."

Pemuda itu berkata, "Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu." Dia jawab, "Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah SWT) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah."

Si pemuda bertanya, "Kapan aku bisa melihatmu?" Jawab si wanita: "Tak lama lagi kau akan datang melihat kami." Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.

kisah cinta para nabi 6

6. Thalhah ibn ‘Ubaidillah
Satu hari ia berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Nabi, yang masih terhitung sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tak suka. Dengan isyarat, beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam meminta ‘Aisyah masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama gumam dalam hati, “Beliau melarangku berbincang dengan ‘Aisyah. Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar ‘Aisyah.”

Satu saat dibisikannya maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi ‘Aisyah jika Nabi telah wafat.”

Gumam hati dan ucapan Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firmanNya kepada Sang Nabi dalam ayat kelimapuluhtiga surat Al Ahzab, “Dan apabila kalian meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”

Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Allah, dan menunaikan haji dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya. Kelak, tetap dengan penuh cinta dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan asma ‘Aisyah. ‘Aisyah binti Thalhah. Wanita jelita yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan kecemerlangannya. Persis seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang pernah dicintai Thalhah.

kisah cinta para nabi 5

5. Rasulullah Saw. dan Aisyah
Jika Rasulullah SAW ditanya siapa istri yang paling dicintainya, Rasul menjawab, ”Aisyah”. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah, beliau menjawab, “cinta itu Allah karuniakan kepadaku”. Cinta Rasulullah pada keduanya berbeda, tapi keduanya lahir dari satu yang sama: pesona kematangan.

Pesona Khadijah adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan cinta sejati yang Allah kirimkan kepada jiwa Nabi Saw. Cinta ini pula yang masih menyertai nama Khadijah tatkala nama tersebut disebut-sebut setelah Khadijah tiada, sehingga Aisyah cemburu padanya.

Sedangkan Aisyah adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan kematangan dini. Ummu Salamah berkata, “Rasul tidak dapat menahan diri jika bertemu dengan Aisyah.”

Banyak kisah-kisah romantis yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad dan istrinya, Aisyah. Rasul pernah berlomba lari dengan Aisyah. Rasul pernah bermanja diri kepada Aisyah. Rasul memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan ‘Humaira’. Rasul pernah disisirkan rambutnya, dan masih banyak lagi kisah serupa tentang romantika suami-istri.

kisah cinta para nabi 4

4. Rasulullah Saw. dan Khadijah binti Khuwailid
Teladan dalam kisah cinta terbaik tentunya datang dari insan terbaik sepanjang masa: Rasulullah Saw. Cintanya kepada Khadijah tetap abadi walaupun Khadijah telah meninggal. Alkisah ternyata Rasulullah telah memendam cintanya pada Khadijah sebelum mereka menikah. Saat sahabat Khadijah, Nafisah binti Muniyah, menanyakan kesedian Nabi Saw. untuk menikahi Khadijah, maka Beliau menjawab: “Bagaimana caranya?” Ya, seolah-olah Beliau memang telah menantikannya sejak lama.

Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang menemui Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar."

Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab, "Masih adakah orang lain setelah Khadijah?"

Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka pastilah Beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi Saw, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.

Masih banyak lagi bukti-bukti cinta dahsyat nan luar biasa islami Rasulullah Saw. kepada Khadijah. Subhanallah.

kisah cinta para nabi 3

3. Abdurrahman ibn Abu Bakar
Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan istrinya, Atika, amat saling mencintai satu sama lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada akhirnya meminta Abdurrahman menceraikan istrinya karena takut cinta mereka berdua melalaikan dari jihad dan ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah ayahnya, meski cintanya pada sang istri begitu besar.

Namun tentu saja Abdurrahman tak pernah bisa melupakan istrinya. Berhari-hari ia larut dalam duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin untuk tegar. Perasaan Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta indah sepanjang masa:

Demi Allah, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya


Akhirnya hati sang ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali. Abdurrahman pun membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan ibadah dan jihadnya di jalan Allah. Terbukti ia syahid tak berapa lama kemudian.

kisah cinta para nabi 2

2. Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz, khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah, suatu kali jatuh cinta pada seorang gadis, namun istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tak pernah mengizinkannya menikah lagi. Suatu saat dikisahkan bahwa Umar mengalami sakit akibat kelelahan dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah pun datang membawa kejutan untuk menghibur suaminya. Ia menghadiahkan gadis yang telah lama dicintai Umar, begitu pun si gadis mencintai Umar. Namun Umar malah berkata: "Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu,"

Umar memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di atas cinta. Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, "Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?" Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, "Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih dalam!"

kisah cinta para nabi 1

1. Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra
Cinta Ali dan Fatimah luar biasa indah, terjaga kerahasiaanya dalam sikap, ekspresi, dan kata, hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam suatu pernikahan. Konon saking rahasianya, setan saja tidak tahu menahu soal cinta di antara mereka. Subhanallah.

Ali terpesona pada Fatimah sejak lama, disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekatan kerja, dan paras putri kesayangan Rasulullah Saw. itu. Ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Umar ibn Khattab melamar Fatimah sementara dirinya belum siap untuk melakukannya. Namun kesabarannya berbuah manis,lamaran kedua orang sahabat yang tak diragukan lagi kesholehannya tersebut ternyata ditolak Rasulullah Saw. Akhirnya Ali memberanikan diri. Dan ternyata lamarannya kepada Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima.

Di sisi lain, Fatimah ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah kedua menikah, Fatimah berkata kepada Ali: “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”. Ali pun bertanya mengapa ia tetap mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fathimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu”

Sabtu, 17 November 2012

perjuangan cinta sayyidina ali untuk sayyidatuna fathimah


Kisah favorit saya tentang Pernikahan Ali dengan Fatimah Az Zahra. Saya hampir selalu berair mata  ketika membacanya..
Ada rahsia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.
Kesantunannya, ibadahnya, kecekapan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam.Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar khabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaknya tak diragukan; Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.Lamaran Abu Bakar ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.
Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu cuba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.
Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika khabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.
Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?”
Mengapa bukan engkau yang mencuba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencuba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ””Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!””Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?””Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”’Ali pun menghadap Sang Nabi.
Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul risiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu risiko.
Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?””Entahlah..””Apa maksudmu?””Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawapan!””
Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah ‘gentleman’ sejati. Tidak hairan kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”
Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”
‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mahu manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, kerana pemuda itu adalah dirimu.”
emudian Nabi saw bersabda: “ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”
Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:“ Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.”
(Kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, Bab 4).
“Andainya Kau adalah jodohku yang tertulis di Lauh Mahfuz, Allah pasti akan menanamkan rasa kasih dalam hatiku dan hatimu. Itu janji Allah..Akan tetapi selagi kita tidak diikat dengan ikatan yang sah, selagi itu jangan dibazirkan perasaan itu kerana kita masih tidak mempunyai hak untuk berbuat begitu….”

kisah cinta fatimah az-zahra dan ali bin abi thalib


Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang, namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut agar bukan Cinta yang mengendalikan Diri kita
Tetapi Diri kita yang mengendalikan Cinta

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan

Lahirnya Siti Fatimah Az-Zahra r.a. merupakan rahmat yg dilimpahkan llahi kepada Nabi Muhammad Saw. Ia telah menjadi wadah suatu keturunan yg suci. Ia laksana benih yg akan menumbuhkan pohon besar pelanjut keturunan Rasul Allah Saw. Ia satu-satunya yg menjadi sumber keturunan paling mulia yg dikenal umat Islam di seluruh dunia. Siti Fatimah Az-Zahra r.a. dilahirkan di Makkah pada hari Jumaat 20 Jumadil Akhir kurang lbh lima tahun sebelum bi’tsah.

Siti Fatimah Az-Zahra r.a. tumbuh dan berkembang di bawah naungan wahyu Ilahi di tengah kancah pertarungan sengit antara Islam dan Jahiliyah dikala sedang gencar-gencarnya perjuangan para perintis iman melawan penyembah berhala.

Dalam keadaan masih kanak-kanak Siti Fatimah Az-Zahra r.a. sudah harus mengalami penderitaan, merasakan kehausan dan ke­laparan. Ia berkenalan dgn pahit getirnya perjuangan menegak­kan kebenaran dan keadilan. Lebih dari tiga tahun ia bersama ayah bundanya hidup menderita didalam Syi’ib akibat pemboikotan orang-orang kafir Quraiys terhadap keluarga Bani Hasyim.

Setelah bebas dari penderitaan jasmaniah selama di Syi’ib da­tang pula pukulan batin atas diri Siti Fatimah Az-Zahra r.a. Siti Fatimah Az-Zahra r.a ditinggal wafat ibundanya tercinta Siti Khadijah r.a hingga kabut sedihan selalu menutupi kecerahan hidupnya sehari-hari dgn putusnya sumber kecintaan dan kasih sayang ibu.

Tapi Rasul Allah Saw. sangat mencintai puterinya ini. Siti Fati­mah Az-Zahra r.a. adalah puteri bungsu yg paling disayang dan di­kasihani junjungan kita Rasul Allah Saw. Nabi Muhammad Saw. merasa tak ada seorang pun di dunia yg paling berkenan dihati beliau dan yg paling dekat di sisinya selain puteri bungsunya itu.

Demikian besar rasa cinta Rasul Allah Saw. kepada puteri bungsunya itu dibuktikan dgn hadits yg diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Menurut hadits tersebut Rasul Allah Saw. berkata kepada Imam Ali r.a.

Wahai Ali! Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari aku. Dia adalah cahaya mataku dan buah hatiku. Barang siapa menyusahkan dia ia menyu­sahkan aku dan siapa yg menyenangkan dia ia menyenangkan aku…

Pernyataan beliau itu bukan sekedar cetusan emosi melain­kan suatu penegasan bagi umatnya bahwa puteri beliau itu meru­pakan lambang keagungan abadi yg ditinggalkan di tengah ummatnya.

Di kala masih kanak-kanak Siti Fatimah Az-Zahra r.a. me­nyaksikan sendiri cobaan yg dialami oleh ayah-bundanya baik berupa gangguan-gangguan maupun penganiayaan-penganiayaan yg dilakukan orang-orang kafir Quraiys. Ia hidup di udara Makkah yg penuh dgn debu perlawanan orang-orang kafir ter­hadap keluarga Nubuwaah keluarga yg menjadi pusat iman hi­dayah dan keutamaan. Ia menyaksikan ketangguhan dan ke­tegasan orang-orang mukminin dalam perjuangan gagah berani menanggulangi komplotan-komplotan Quraiys. Suasana perjua­ngan itu membekas sedalam-dalamnya pada jiwa Siti Fatimah Az-Zahra r.a. dan memainkan peranan penting dalam pembentukan pribadinya serta mempersiapkan kekuatan mental guna mengha­dapi kesukaran-kesukaran di masa depan.

Setelah ibunya wafat Siti Fatimah Az-Zahra r.a. hidup ber­sama ayahandanya. Satu-satunya orang yg paling dicintai. Ialah yg meringankan penderitaan Rasul Allah Saw. tatkala ditinggal wafat isteri beliau Siti Khadijah.

Pada satu hari Siti Fatimah Az-Zahra r.a. menyaksikan ayahnya pulang dgn ke­pala dan tubuh penuh pasir yg baru saja dilemparkan oleh orang-orang Quraiys disaat ayahandanya itu sedang sujud. Dengan hati remuk-redam laksana disayat sembilu Siti Fatimah r.a. se­gera membersihkan kepala dan tubuh ayahandanya. Kemudian diambilnya air guna mencucinya. Ia menangis tersedu-sedu me­nyaksikan kekejaman orang-orang Quraisy terhadap ayahnya.

Kesedihan hati puterinya itu dirasakan benar oleh Nabi Mu­hammad Saw. Guna menguatkan hati puterinya dan meringankan rasa sedihnya maka Nabi Muhammad Saw. sambil membelai-be­lai kepala puteri bungsunya itu berkata.

Jangan menangis.. Allah melindungi ayahmu dan akan memenangkannya dari musuh-­musuh agama dan risalah-Nya

Dengan tutur kata penuh semangat itu Rasul Allah Saw. menanamkan daya-juang tinggi ke dalam jiwa Siti Fatimah r.a. dan sekaligus mengisinya dgn kesabaran ketabahan serta keper­cayaan akan kemenangan akhir. Meskipun orang-orang sesat dan durhaka seperti kafir Quraiys itu senantiasa mengganggu dan melakukan penganiayaan-penganiayaan namun Nabi Muhammad Saw. tetap melaksanakan tugas risalahnya.

Pada ketika lain lagi Siti Fatimah r.a. menyaksikan ayahan­danya pulang dgn tubuh penuh dgn kotoran kulit janin unta yg baru dilahirkan. Yang melemparkan kotoran atau najis ke punggung Rasul Allah Saw. itu adalah Uqbah bin Mu’aith, Ubaiy bin Khalaf, dan Umayyah bin Khalaf. Melihat ayahandanya berlu­muran najis Siti Fatimah r.a. segera membersihkannya dgn air sambil menangis.

Masih banyak lagi pelajaran yg diperoleh Siti Fatimah dari penderitaan ayahandanya dalam perjuangan menegakkan ke­benaran Allah. Semuanya itu menjadi bekal hidup baginya utk menghadapi masa mendatang yg berat dan penuh cobaan. 

Hingga Siti Fatimah Az-Zahra r.a. telah mencapai puncak remajanya. Kecantikan dan keelokan parasnya banyak menarik perhatian. Tidak sedikit pria terhormat yg menggantungkan harapan ingin mempersunting puteri Rasul Allah Saw itu. Beberapa orang terkemuka dari kaum Muhajirin dan Anshar telah berusaha melamarnya. Menanggapi lamaran itu, Nabi Muhammad Saw. mengemukakan bahwa beliau sedang menantikan datangnya petunjuk dari Allah Swt. mengenai puterinya itu.

Pada suatu hari Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. Umar Ibnul Khatab r.a. dan Sa’ad bin Mu’adz bersama-sama Rasul Allah saw. duduk dalam mesjid. Pada kesempatan itu diperbincangkan antara lain tentang persoalan puteri Rasul Allah Saw. Saat itu beliau bertanya kepada Abu Bakar Ash Shiddiq r.a.

Apakah engkau bersedia menyampaikan persoalan Fatimah itu kepada Ali bin Abi Thalib?

Abu Bakar Ash Shiddiq menyatakan kesediaanya. 

Ia beranjak untuk menghubungi Imam Ali r.a. Sewaktu Imam Ali r.a. melihat datangnya Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. dengan tergopoh-gopoh.. Imam Ali r.a terperanjat dan menyambutnya serta bertanya..

Anda datang membawa berita apa?

Setelah duduk beristirahat sejenak Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. segera menjelaskan persoalannya.

Hai Ali engkau adalah orang pertama yg beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mempunyai keutamaan lebih dibanding dengan orang lain. Semua sifat utama ada pada dirimu. Demikian pula engkau adalah kerabat Rasul Allah Saw. Beberapa orang sahabat terkemuka telah menyampaikan lamaran kepada beliau utk dapat mempersunting puteri beliau. Lamaran itu oleh beliau semuanya ditolak. Beliau mengemukakan bahwa persoalan puterinya diserahkan kepada Allah Swt. Akan tetapi hai Ali apa sebab hingga sekarang engkau belum pernah menjeput puteri beliau itu dan mengapa engkau tidak melamar utk dirimu sendiri? Kuharap semoga Allah dan Rasul-Nya akan menahan puteri itu untukmu

Mendengar perkataan Abu Bakar r.a. mata Imam Ali r.a. berlinang-linang. Menanggapi kata-kata itu, Imam Ali r.a. berkata.

Hai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang yg semulanya tenang. Anda telah mengingatkan sesuatu yg sudah kulupakan. Demi Allah aku memang menghendaki Fatimah tetapi yg menjadi penghalang satu-satunya bagiku ialah karena aku tidak mempunyai apa-apa

Abu Bakar r.a. terharu mendengar jawaban Imam Ali yg memelas itu. Untuk membesarkan dan menguatkan hati Imam Ali r.a. Abu Bakar r.a. berkata.

Hai Ali janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan Rasul-Nya dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu bertaburan belaka!

Setelah berlangsung dialog seperlunya, Abu Bakar r.a. berhasil mendorong keberanian Imam Ali r.a. utk melamar puteri Rasul Allah Saw.

Beberapa waktu kemudian Imam Ali r.a. datang menghadap Rasul Allah Saw. yg ketika itu sedang berada di tempat kediaman Ummu Salmah. Mendengar pintu diketuk orang Ummu Salmah bertanya kepada Rasul Allah Saw.

Siapakah yg mengetuk pintu?” 

Rasul Allah Saw. menjawab.

Bangunlah dan bukakan pintu baginya. Dia orang yg dicintai Allah dan Rasul-Nya dan ia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya!

Jawaban Nabi Muhammad Saw. itu belum memuaskan Ummu Salmah r.a. Ia bertanya lagi: 

Ya tetapi siapakah dia itu?

Dia saudaraku ,orang kesayanganku!” jawab Nabi Muhammad Saw.

Tercantum dalam banyak riwayat bahwa Ummu Salmah di kemudian hari mengisahkan pengalamannya sendiri mengenai kunjungan Imam Ali r.a. kepada Nabi Muhammad Saw. itu..

Aku berdiri cepat-cepat menuju ke pintu sampai kakiku tersandung. Setelah pintu kubuka ternyata orang yg datang itu ialah Ali bin Abi Thalib. Aku lalu kembali ke tempat semula. Ia masuk kemudian mengucapkan salam dan dijawab oleh Rasul Allah Saw. Ia dipersilakan duduk di depan beliau. Ali bin Abi Thalib menundukkan kepala seolah-olah mempunyai maksud tetapi malu hendak mengutarakannya. Rasul Allah mendahului dan berkata

Hai Ali nampaknya engkau mempunyai suatu keperluan. Katakanlah apa yg ada dalam fikiranmu. Apa saja yg engkau perlukan akan kau peroleh dariku!”

Mendengar kata-kata Rasul Allah Saw. yg demikian itu lahirlah keberanian Ali bin Abi Thalib utk berkata.

Maafkanlah ya Rasul Allah. Anda tentu ingat bahwa anda telah mengambil aku dari paman anda Abu Thalib dan bibi anda Fatimah binti Asad di kala aku masih kanak-kanak dan belum mengerti apa-apa. Sesungguhnya Allah telah memberi hidayat kepadaku melalui anda. Dan anda ya Rasul Allah adalah tempat aku bernaung dan anda jugalah yg menjadi wasilahku di dunia dan akhirat. Setelah Allah membesarkan diriku dan sekarang menjadi dewasa aku ingin berumah tangga; hidup bersama seorang isteri. Sekarang aku datang menghadap utk melamar puteri anda Fatimah. Ya Rasul Allah apakah anda berkenan menyetujui dan menikahkan diriku dgn dia?

Ummu Salmah melanjutkan kisahnya.

Saat itu kulihat wajah Rasul Allah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum beliau berkata kepada Ali bin Abi Thalib

Hai Ali apakah engkau mempunyai suatu bekal maskawin?” .

Demi Allah” jawab Ali bin Abi Thalib dgn terus terang “Anda sendiri mengetahui bagaimana keadaanku tak ada sesuatu tentang diriku yg tidak anda ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi sebilah pedang dan seekor unta

Tentang pedangmu itu” kata Rasul Allah Saw. menanggapi jawaban Ali bin Abi Thalib.

engkau tetap membutuhkannya utk melanjutkan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga butuh utk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar maskawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Hai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah ‘Azza wa jalla sebenarnya sudah lbh dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi!

Demikian versi riwayat yg diceritakan Ummu Salmah r.a.

Setelah semuanya siap dgn perasaan puas dan hati gembira dgn disaksikan oleh para sahabat Rasul Allah Saw. mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya..

Bahwasanya Allah Swt. memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas dasar maskawin 400 dirham. Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu

Ya Rasul Allah itu kuterima dgn baik” jawab Ali bin Abi Thalib r.a. dalam pernikahan itu.

Maskawin sebesar 400 dirham itu diserahkan kepada Abu Bakar r.a. utk diatur penggunaannya. Dengan persetujuan Ra­sul Allah Saw. Abu Bakar r.a. menyerahkan 66 dirham kepada Ummu Salmah utk “biaya pesta” perkawinan. Sisa uang itu dipergunakan utk membeli perkakas dan peralatan rumah tangga. (sehelai baju kasar perempuan; sehelai kudung; selembar kain Qathifah buatan khaibar berwarna hitam; sebuah balai-balai; dua buah kasur terbuat dari kain kasar Mesir; empat buah bantal kulit buatan Thaif; kain tabir tipis terbuat dari bulu; sebuah tikar buatan Hijr; sebuah gilingan tepung; sebuah ember tembaga; kantong kulit tempat air minum; sebuah mangkuk susu; sebuah mangkuk air; sebuah wadah air utk sesuci; sebuah kendi berwarna hijau; sebuah kuali tembikar; beberapa lembar kulit kambing; sehelai ‘aba-ah; dan sebuah kantong kulit tempat menyimpan air)

Sejalan dgn itu Imam Ali r.a. mempersiapkan tempat kediamannya dgn perkakas yg sederhana dan mudah di­dapat. Lantai rumahnya ditaburi pasir halus. Dari dinding ke din­ding lain dipancangkan sebatang kayu utk menggantungkan pakaian. Untuk duduk-duduk disediakan beberapa lembar kulit kambing dan sebuah bantal kulit berisi ijuk kurma. Itulah rumah kediaman Imam Ali r.a. yg disiapkan guna menanti kedatangan isterinya Siti Fatimah Az-Zahra r.a.

Siti Fatimah r.a. dgn perasaan bahagia pindah ke rumah suaminya yg sangat sederhana itu. Selama ini ia telah menerima pelajaran cukup dari ayahandanya tentang apa artinya kehidupan ini. Rasul Allah Saw. telah mendidiknya bahwa kemanusiaan itu adalah intisari kehidupan yg paling berharga. Ia juga telah .diajar bahwa kebahagiaan rumah-tangga yg ditegakkan di atas fon­dasi akhlaq utama dan nilai-nilai Islam jauh lebih agung dan lebih mulia dibanding dgn perkakas-perkakas rumah yg serba me­gah dan mewah.

Imam Ali r.a. bersama isterinya hidup dgn rasa penuh ke­banggaan dan kebahagiaan. Dua-duanya selalu riang dan tak per­nah mengalami ketegangan. Siti Fatimah r.a. menyadari bahwa dirinya tidak hanya sebagai puteri kesayangan Rasul Allah Saw. tetapi juga isteri seorang pahlawan Islam yg senantiasa sang­gup berkorban seorang pemegang panji-panji perjuangan Islam yg murni dan agung. Siti Fatimah berpendirian dirinya ha­rus dapat menjadi tauladan. Terhadap suami ia berusaha bersikap seperti sikap ibunya terhadap ayahandanya Nabi Muhammad Saw.

suami isteri yg mulia dan bahagia ini selalu be­kerja sama dan saling bantu dalam mengurus keperluan-keperluan rumah tangga. Mereka sibuk dgn kerja keras. Siti Fatimah r.a. menepung gandum dan memutar gilingan dgn tangan sen­diri. Ia membuat roti menyapu lantai dan mencuci. Hampir tak ada pekerjaan rumah-tangga yg tidak ditangani dgn tena­ga sendiri. Rasul Allah Saw. sendiri sering menyaksikan puterinya se­dang bekerja bercucuran keringat. Bahkan tidak jarang beliau ber­sama Imam Ali r.a. ikut menyingsingkan lengan baju membantu pekerjaan Siti Fatimah r.a.

Banyak sekali buku-buku sejarah dan riwayat yg melukis­kan betapa beratnya kehidupan rumah-tangga Imam Ali r.a. Sebu­ah riwayat mengemukakan 

Pada suatu hari Rasul Allah Saw. berkunjung ke tempat kediaman Sitti Fatimah r.a. Waktu itu puteri beliau sedang menggiling tepung sambil melinangkan air mata. Baju yg dikenakannya kain kasar. Menyaksikan puterinya menangis Rasul Allah Saw. ikut melinangkan air mata. Tak lama kemudian beliau menghibur puterinya.

Fatimah terimalah kepahitan dunia utk memperoleh kenikmatan di akhirat ke­lak

Siti Fatimah r.a. melahirkan dua orang putera dan dua orang puteri. Putera bernama Al Hasan r.a. dan Al Husein r.a. Sedang puterinya bernama Zainab r.a. dan Ummu Kalsum r.a. Rasul Allah Saw. dgn gembira sekali menyambut kelahiran cucu-cucunya. Al Hasan r.a. dan Al Husein r.a. mempunyai kedudukan ter­sendiri di dalam hati beliau. Dua orang cucunya itu beliau asuh sendiri. 

Al Hasan r.a. dan Al Husein r.a. meninggalkan jejak yg jauh jangkauannya bagi umat Islam. Al Husein r.a. gugur sebagai pah­lawan syahid menghadapi penindasan dinasti Bani Umayyah. Semangatnya terus berkesinambungan melestarikan dan mem­bangkitkan perjuangan yg tegas dan seru di kalangan ummat Islam menghadapi kedzaliman. Semangat Al Husein r.a. merupa­kan kekuatan penggerak yg luar biasa dahsyatnya sepanjang sejarah.

Puteri beliau yg bernama Zainab r.a. merupakan pahlawan wanita muslim yg sangat cemerlang dan menonjol sekali pera­nannya dalam pertempuran di Karbala membela Al Husein r.a. Di Karbala itulah dinasti Bani Umayyah menciptakan tragedi yg menimpa A1 Husein r.a. beserta segenap anggota keluarganya. A1 Husein r.a. gugur dan kepalanya diarak sebagai pameran keliling Kufah sampai ke Syam. 

Setelah hidup bersuami isteri selama kurang lbh 10 tahun, Siti Fatimah r.a. meninggal dunia dalam usia 28 tahun. Sepe­ninggal Siti Fatimah r.a. Imam Ali r.a. beristerikan beberapa orang wanita lainnya lagi. Menurut catatan sejarah hingga wa­fatnya Imam Ali r.a. menikah sampai 9 kali. Tentu saja menurut ketentuan-ketentuan yg tidak bertentangan dgn hukum Is­lam. Dalam satu periode tidak pernah lbh 4 orang isteri

Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fatimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu. Bukan hanya namanya yg tak tersebutkan, bahkan gejolak hatipun tak ada yang tau. mereka tak mau cinta yg lain membesar melebihi cintanya pada Allah. Pernikahan adalah utk melengkapi ibadah, karena itu Ali akhirnya melamar Fatimah.

dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada Ali..

Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda

Ali terkejut dan berkata, 

kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?

Sambil tersenyum Fatimah berkata, 

Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu