Merah cerah, putih terang, bunga-bunga bahkan transparan yang dilapisi dengan segi empat sejenis, masih banyak lagi warna yang sering di temukan di jalanan khususnya jilbab yang bertengger di kepala para akhwat. Seperti apa batasan jilbab yang syar’i, ada beberapa hal yang memang harus diperhatikan dalam pemakaian jilbab selain dari yang telah tertera dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, diantaranya:
1. Tidak berlebih-lebihan. Sebagaimana yang telah di jelaskan dalam nash bahwa Allah tidak menyukai yang berlebih-lebihan. Israf dalam pemakaian jilbab dapat mengotori kesucian hati dan nilai ibadah dari menutup aurat. Pertanyaan mendasar adalah seperti apa jilbab yang berlebih-lebihan. Jilbab yang berlebih-lebihan adalah jilbab yang tidak sesuai pada tempatnya. Misalnya: jilbab dengan mode manik-manik dipakai atau dikenakan akhwat untuk berangkat kuliah, atau jilbab yang mengandung banyak warna kemudian dipadankan dengan baju yang banyak bunga atau yang sejenisnya. Akhwat manapun bisa membedakan mana yang berlebihan dan mana yang biasa saja. Letak geografis pun dapat mempengaruhi parameter jilbab berlebih-lebihan.
2. Tidak di niatkan untuk menarik perhatian. Innamal a’malu bin niat, hadits arba’in urutan pertama yang hampir dihafal oleh semua akhwat menggambarkan bahwa segala perbuatan berasal dari niat, jilbab adalah bentuk ibadah dalam menjalankan aturan islam untuk menghindari fitnah. Sering kali kita melihat atau menyaksikan akhwat memakai jilbab dengan gaya yang sedikit modis agar enak dilihat orang. Bahkan ada yang rela menghabiskan sebagian uangnya untuk memiliki jilbab yang beraneka warna, lantas bagaimana dengan kewajiban infaq…? Diperparah lagi tidak sedikit akhwat yang enggan tampil atau malu mengenakan jilbab yang tidak modis atau kurang modis.
3. Sederhana dan bersahaja. Sederhana bukan berarti menjadikan akhwat tampil kumuh, kolot dan “Jadul” alias Jaman Dulu, sederhana merupakan lawan dari kata berlebih- lebihan. Sederhana menjadikan akhwat tampil lebih elegan dan sejuk jika dipandang bukan melihat orang menjadi sungkan untuk memandang. Ada beberapa point yang harus dilengkapi agar akhwat tampil bersahaja, salah satunya adalah RAPI, rapi dalam hal berpakaian maupun rapi dalam hal warna. Mata mana yang tidak sakit ketika melihat akhwat memakai pakaian yang belum disetrika dengan warna yang nabrak-nabrak ditambah lagi dengan jilbab dan kulot yang balapan.
Selain beberapa point di atas ada beberapa hal yang patut dijadikan evaluasi para akhwat, terkadang tampilan jilbab dikuti dengan sedikit goresan pada wajah agar tampil lebih menarik dan enak dipandang. Bagaimana dengan celak dan lipglos. Celak pada zaman Rasulullah disunnah untuk dipakai kaum wanita agar mata mereka terlihat kecil, konon katanya wanita Arab memiliki mata yang cenderung besar, lantas bagaimana dengan mata wanita Asia yang cenderung sipit? Seorang akhwat yang sempat penulis temui dalam sebuah dialog kecil mengatakan bahwa mengenakan celak membuat mata terlihat lebih tajam, ada pertanyaan yang berkelibat hebat waktu itu dalam benak penulis, terlihat tajam oleh siapa…??? Tidak berlebihan jika penulis mengatakan bahwa ini termasuk tabarruj ringan jika konteks yang dipahami agar terlihat oleh orang lain, nilai ibadah yang ada bergeser menjadi mempertahankan status sosial, menghindari fitnah justru malah mengundang fitnah. Na’uzhubillah ya Ukhti…
Lipglos atau yang sering disebut minyak bibir, memang memiliki fungsi agar bibir tetap basah terhindar dari bibir kering dan pecah-pecah, tapi bagaimana ungkapan yang mengatakan agar bibir tampil lebih seksi dan agar senyum lebih menarik. Astaghfirullah, masihkan kita belum sadar bahwa setiap senti bagian tubuh kita mengandung fitnah yang besar jika kita salah dalam mengekspresikannya. Lantas bagaimana dengan Label AKHWAT yang benar-benar sadar akan fungsi dan statusnya sebagai da’iyah. Maka jangan salahkan Ikhwan sepihak jika Virus Merah Jambu semakin merebak. Karena mungkin penampilan akhwat yang sudah semakin berlebih-lebihan dan ikhwan yang kurang Gadhul Bashar…
Konteks Dakwah yang sudah semakin meluas hampir disetiap lini kehidupan terkadang menuntut adaptasi bagi kader Dakwah, Dakwah sudah masuk kedalam lapisan masyarakat dari yang terendah sampai masyarakat elitis. Adaptasi yang cerdas yang berangkat dari pemahaman yang benar dengan kedewasaan tarbiyah, mampu menjadikan para AKHWAT diterima di setiap lingkungan tanpa harus terjebak dalam tabarruj … Mari kita menyikapi pergantian Mihwar Dakwah dengan pemahaman dalam setiap langkah kita, bukan dengan euphoria tanpa landasan ….Wallahu’alam bis Showab (Adzkiya_02)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar